Makanan Pantiaw Khas Bangka Yang Lezat dan Nikmat
Pantiaw Khas Bangka: Kelezatan Mie Putih yang Menyimpan Cerita Pulau Timah
Jika kamu pernah berkunjung ke Pulau Bangka, cobalah berjalan pagi-pagi di pasar tradisional atau di gang kecil kawasan Sungailiat, Toboali, atau Pangkalpinang.
Dari kejauhan, aroma bawang goreng dan kuah kaldu yang hangat akan langsung menyambutmu. Di antara deretan gerobak, ada satu kuliner yang tampak sederhana — mie putih polos dengan taburan kecap, tauge, dan irisan ikan atau daging.
Itulah Pantiaw, salah satu kuliner khas Bangka yang mungkin belum sepopuler mie koba atau otak-otak, tetapi punya rasa unik dan sejarah panjang yang membuatnya begitu istimewa.
Asal-usul Pantiaw: Warisan Kuliner dari Perpaduan Budaya

Seperti banyak kuliner Bangka lainnya, Pantiaw adalah hasil dari perpaduan budaya lokal dan Tionghoa yang sudah berakar kuat di pulau penghasil timah ini.
Kata Pantiaw sendiri berasal dari bahasa Hakka (dialek Tionghoa), yang berarti mie beras atau rice noodle. Masyarakat Tionghoa Bangka yang datang sejak ratusan tahun lalu membawa tradisi membuat mie dari tepung beras — yang kemudian beradaptasi dengan bahan lokal dan selera masyarakat setempat.
Namun jangan salah, meski disebut “mie”, Pantiaw berbeda jauh dari mie kuning biasa.
Teksturnya lebih lembut, warnanya putih bening, dan rasanya ringan namun gurih. Bahkan, banyak orang menyebut Pantiaw sebagai versi lokal dari kwetiau, tapi dengan karakter khas Bangka yang kuat.
Rahasia di Balik Tekstur Lembutnya
Yang membuat Pantiaw berbeda terletak pada cara pembuatannya yang masih tradisional.
Adonan dibuat dari campuran tepung beras dan air, kemudian digiling tipis di atas loyang datar dan dikukus hingga matang. Setelah itu, lembaran mie dipotong tipis-tipis menjadi bentuk seperti pita panjang.
Proses ini terlihat sederhana, tetapi butuh keterampilan dan perasaan.
Jika adonan terlalu cair, mie akan mudah robek; jika terlalu kental, hasilnya keras dan tidak kenyal. Banyak pembuat Pantiaw di Bangka masih mempertahankan cara manual ini — tanpa mesin, tanpa pengawet — demi menjaga tekstur lembut dan cita rasa otentik.
Ketika sudah matang, lembaran Pantiaw disiram air dingin agar tidak lengket, lalu siap disajikan dengan berbagai pilihan kuah atau bumbu.
Cita Rasa Laut yang Tak Bisa Dipisahkan
Pulau Bangka adalah surga bagi pencinta seafood, dan Pantiaw tidak bisa lepas dari pengaruh itu.
Banyak warung Pantiaw menggunakan ikan tenggiri segar sebagai bahan dasar kaldu. Ada juga yang menambahkan udang kering tumbuk (ebi) untuk memperkuat aroma laut.
Di beberapa tempat, terutama di Pangkalpinang, kamu bisa menemukan Pantiaw dengan topping ikan panggang atau ikan goreng tepung, memberi sensasi renyah di setiap suapan.
Pantiaw: Makanan Rakyat yang Punya Jiwa
Yang menarik dari Pantiaw bukan hanya rasanya, tapi suasana yang menyertai setiap hidangan.
Makan Pantiaw di Bangka bukan hanya soal kenyang — tapi soal kebersamaan.
Di warung-warung kecil, orang-orang duduk di kursi plastik, mengobrol ringan sambil menikmati semangkuk Pantiaw panas.
Bau kaldu dan suara sendok beradu dengan mangkuk menjadi musik pagi khas Bangka yang menenangkan.
Ada sesuatu yang hangat dan jujur dalam setiap sendok Pantiaw.
Ia tidak mewah, tidak glamor, tapi memiliki rasa rumah — rasa yang membuat siapa pun yang mencicipinya akan teringat akan kehangatan dan keramahan masyarakat Bangka.
Pantiaw Hari Ini: Dari Warung Tradisional ke Kafe Modern
Beberapa kafe modern di Pangkalpinang dan Sungailiat menghadirkan Pantiaw dalam versi kekinian — dengan topping seafood premium, telur setengah matang, hingga sambal khas Bangka yang pedas menggoda.
Meski tampilannya lebih modern, rasanya tetap mempertahankan identitas lokal yang kuat.
Dan bagi wisatawan, mencicipi Pantiaw adalah seperti memahami jiwa Bangka itu sendiri: sederhana, lembut, tapi kaya rasa dan tradisi.
BACA JUGA :
Pecel Koyor Khas Semarang Gurih dan Pedas yang Menggoda Selerah
Penutup: Pantiaw, Jejak Rasa dari Pulau yang Damai
Pantiaw bukan sekadar mie beras. Ia adalah cerita tentang sejarah, budaya, dan kehidupan masyarakat Bangka yang bersatu di dalam mangkuk.
Dari tangan-tangan ibu di dapur hingga gerobak kecil di pasar, Pantiaw menjadi simbol kehangatan yang menyatukan semua kalangan.